00532 00807 01242
Tahun 2017 ini adalah
genap satu abad semenjak kematian sang legendaris master spion dunia berjuluk MATA HARI. Seorang wanita berkebangsaan
Belanda yang memiliki bakat khusus dalam mengumpulkan informasi rahasia dengan
senjata alaminya, Sex Appeal.
Sebuah
senjata rahazia yang paling ‘tajam’ serta mematikan dalam perang spionase yang
khusus dimiliki oleh kaum hawa.
Di dalam dunia
intelijen sering terdengar sebuah pemeo yang berkata bahwa “Dunia intelijen adalah sebuah dunia yang kotor yang harus dilakukan
oleh orang-orang Bersih”. Terlepas dari bersih atau kotornya sang
legendaris Mata Hari, yang jelas bahwa kepiawaian yang dimiliki secara ‘terbatas’
itu telah membuat dirinya dikenang hingga kini.
LATAR BELAKANG KEHIDUPAN
Mata Hari terlahir
pada tahun 1876 di kota Leewarden Belanda dengan nama Margaretha Geertruida Zelle. Ia dibesarkan dalam sebuah keluarga
kelas menengah atas pada masa itu, dengan ayahnya sebagai pemilik sebuah toko
terkenal hingga bisa menyekolahkan Margaretha di sekolah orang-orang kaya. Namun
rupanya spekulasi bisnis yang dilakukan orang tuanya telah menghantarkan
keluarganya kepada perceraian dan kebangkrutan hingga ia harus berpisah dengan
orang tuanya untuk hidup bersama keluarga jauhnya di kota lain.
Pada usia 18 tahun,
Mata Hari yang memiliki nama kecil Gretha, dihimpit oleh kebutuhan hidup, hingga
akhirnya bersedia dinikahi oleh seorang perwira tentara Belanda bernama Kapten Rudolf MacLeod dan mengikuti
sang suami ditempatkan di wilayah Hindia Belanda yang kini bernama Indonesia.
Hidup selama 4 tahun di tanah Jawa rupanya telah membuka wawasannya tentang
kehidupan dan budaya di dunia timur pada waktu itu. Sebuah budaya yang dianggap
eksotis oleh masyarakat Eropa yang sibuk mengejar materi dan ketenaran.
Kehidupan perkawinan
Mata Hari yang kurang bahagia akibat sang suami seorang alkoholik dan sering
melakukan KDRT serta memiliki wanita simpanan dari kalangan pribumi (Nyai),
berakibat pada keputusannya untuk kembali ke negeri asalnya di Eropa dan
menggugat cerai sang suami.
Dengan tanpa
dukungan finansial apapun dari mantan suami pasca perceraiannya, Mata Hari
terpaksa hijrah ke kota Paris yang penuh glamor untuk mengadu nasib di bidang
seni, termasuk seni panggung. Sebuah kota yang sangat seksi dan menjadi incaran
para wanita Eropa yang mengalami kehancuran pernikahan di kala itu.
BAB BARU KEHIDUPAN SANG AGEN SPION DI EROPA
Entah apa yang
membuat Gretha menggunakan nama Mata Hari sebagai nama panggungnya, yang jelas
pengetahuannya tentang adat-istiadat, tradisi serta budaya masyarakat Jawa telah
menjadi ‘jualannya’ untuk melambungkan
namanya di dunia panggung kota Paris bahkan hingga seantero benua Eropa. Masa
tinggalnya selama 4 tahun di pulau Jawa, khususnya kota Malang, mungkin telah
memberikan kesan yang sangat mendalam pada diri sang legendaris hingga tak
segan ia mengangkat tarian Jawa dikombinasikan dengan budaya India, khususnya
Hindu, sebagai aksi panggung yang ia selalu bawakan dalam pentas-pentasnya
hingga kerap memukau para audiens.
Nama Mata Hari yang
ia sandang ternyata juga berhasil menghipnotis dunia barat karena dinilai
sangat mewakili budaya timur. Mata Hari yang memiliki arti “The Sun” dan
kemudian menjadi “Eye of The Day” bagi publik barat, rupanya mulai sering
ditulis di media-media cetak Perancis hingga sang Mata Hari mulai dikenal di
kalangan masyarakat Borjuis Eropa.
Telah menjadi
kebiasaan bagi masyarakat Eropa pada masa itu, terutama di kalangan yang berduit
tebal, untuk mengundang wanita-wanita ke klub-klub atau rumah-rumah istana
mereka dan diminta untuk memberikan hiburan-hiburan kepada mereka, Mata Hari
salah satunya.
Tanpa merasa berat
sedikitpun, demi alasan uang, berawal dari seorang pengusaha bidang industri, Mata
Hari mulai melayani permintaan para bankir, petinggi militer, pemilik
perusahaan multinasional, hingga kalangan politisi, baik di panggung maupun di
atas ranjang.
Namun kegemaran Mata
Hari menjalin tali asmara ternyata bukan hanya dilakukan terhadap kalangan
atas, ia pun menjalin hubungan spesial dengan seorang pilot muda dari Rusia bernama
Kapten Vadim Maslov, yang kala itu membantu
Perancis di awal Perang dunia ke-I. Kisah cinta dengan sang pilot inilah yang
ia sebut sebagai ‘cinta sejati dalam hidupnya’. Maslov merupakan bagian dari 50
ribu tentara Rusia yang dikirim ke garis pertempuran untuk membantu tentara
Perancis menghadapi serbuah Jerman di tahun 1916.
Ketika suatu saat
dalam sebuah pertempuran udara, pesawat Maslov tertembak dan ia terluka parah
dan kemudian tertangkap di wilayah Jerman, timbul keinginan Mata Hari untuk
melakukan perjalan ke wilayah Jerman demi menemui sang kekasih di mana Maslov
dirawat.
Langkah Mata Hari
inilah yang kemudian tercium oleh badan intelijen Perancis, Deuxième Bureau, untuk menitipkan sebuah misi kepada Mata Hari dengan
memata-matai kekuatan Jerman disertai iming-iming imbalan uang sejumlah satu
juta Franc, jumlah yang sangat fantantis pada masa itu.
Dengan meanfaatkan
status kewarganegaraannya yang netral saat itu, warga negara Belanda, Mata Hari
bebas melakukan perjalanan ke berbagai negara yang sedang berseteru kala itu.
Masih dengan senjata rahasia kaum hawa berupa Sex Appeal, Mata Hari berhasil mengorek informasi rencana
pergerakan pasukan Jerman yang dipesan oleh badan intel Perancis melalui mulut seorang
pejabat tinggi kerajaan Jerman, Putra
Mahkota Wilhelm.
Namun rupanya untuk
memperoleh informasi sensitif dari seorang target tidak selalu mudah, bahkan
dengan senjata seks sekalipun. Mata Hari kadang perlu memberikan umpan berupa
informasi tentang pergerakan tentara Perancis untuk di-‘barter’ dengan
informasi dari pihak Jerman yang dipesan Perancis. Hingga akhirnya posisi Mata
Hari dinilai sebagai seorang Agen Ganda. Agen yang bekerja untuk ke dua belah
pihak yang tengah berseteru. Status ini tentu menjadi sebuah posisi seorang
agen yang memiliki resiko paling tinggi dalam dunia spionase.
Waktu terus berjalan
dan Mata Hari pun terus mengirimkan informasi yang dipesan dari kedua belah
pihak. Hingga akhirnya pada Januari 1917, pihak intelijen Perancis berhasil
menyadap dan membongkar pesan sandi komunikasi radio antara Atase Militer
Jerman, Mayor Arnold Kelle, di Madrid yang berkomunikasi dengan pusatnya di
Berlin. Di mana di dalam serangkaian komunikasi tersebut banyak menyebutkan aktivitas
yang sangat membantu dari seorang agen Jerman dengan kode H21, yang diidentifikasikan sebagai Mata Hari.
Cerita versi lain
menyebutkan bahwa sesungguhnya komunikasi antara Madrid dan Berlin adalah
sebuah jebakan yang disiapkan terhadap Mata Hari. Jerman menggunakan sistem
sandi yang mereka ketahui sebelumnya telah berhasil dipecahkan oleh Perancis. Sehingga
komunikasi radio Jerman di antara sesama mereka ketika membahas Mata Hari
memang disengaja agar bisa dibaca oleh Perancis. Ini dilakukan karena Mata Hari
dinilai sudah tidak dapat lagi memberikan informasi yang bernilai bagi Jerman,
sehingga layak dilakukan ‘negasi’ kepadanya, namun mesti dilakukan oleh tangan-tangan
Perancis sendiri.
Agen-agen intel
Perancis akhirnya menangkap Mata Hari pada Februari 1917 ketika sedang menginap
di sebuah hotel di Paris. Ia dituduh sebagai agen Jerman di mana tindakannya
itu telah menyebabkan kematian sekitar 50 ribu tentara di pihak Perancis. Suatu
tindakan yang dianggap telah mengkhianati sebuah bangsa dengan ancaman hukuman
mati. Sebuah secret ink yang
ditemukan di kamarnya menjadi alat bukti yang memberatkan tuduhan terhadapnya.
Di persidangan yang
dilaksanakan pada pertengahan 1917, Mata Hari membela diri dengan mengatakan
bahwa informasi yang ia berikan kepada pihak Jerman adalah informasi yang tidak
bernilai. Ia tetap bersikeras bahwa dirinya tetap loyal kepada pihak Perancis
sebagai negara yang status kewarganegaraanya ia dambakan.
Pada musim semi di
tahun yang sama, Perancis mengalami beberapa kegagalan pertempuran terhadap
Jerman yang disebabkan oleh kelelahan para tentaranya. Di saat yang sama,
muncul pemerintahan baru yang dipimpin oleh Georges Clemenceau berjuluk ‘Le Tigre’ yang memiliki visi untuk
memenangkan peperangan melawan jerman. Untuk itu diperlukan seseorang untuk
dijadikan ‘kambing hitam’ atas kekalahan Perancis di waktu-waktu sebelumnya.
Kiranya Mata Hari menjadi satu ‘kambing hitam’ yang sempurna sesuai dengan yang
dimaksud oleh pemimpin baru tersebut.
Hingga suatu hari di
bulan Oktober tahun 1917 yang dingin, di luar kota Paris, pada usianya yang
ke-41, kehidupan sang legendaris Mata Hari mesti berakhir di depan regu tembak
tentara Perancis.
SISI LAIN SANG MASTER SPY
Banyak kalangan yang
mempertanyakan keahlian Mata Hari dalam menjemput informasi berklasifikasi yang
tentunya tidak dimiliki oleh masyarakat umum. Bagaimana seorang yang hanya bisa
meliuk-liuk di atas panggung dan ranjang, bisa disebut sebagai seorang agen
mata-mata kelas dunia. Apakah hanya karena keahliannya yang terlalu ‘rata-rata air’
itu bisa membawanya ke suatu predikat yang dikagumi orang banyak.
Ada satu informasi
yang menyebutkan bahwa Mata Hari sempat dilatih secara kilat oleh agen perekrut
dari Jerman. Ia dilatih bagaimana caranya untuk menyembunyikan pesan rahasia
dengan menggunakan Secret Ink dan
melalukan komunikasi sandi dengan radio.
Terlepas dari pernah
atau tidaknya Mata Hari mengenyam pendidikan khusus agen spionase dari sebuah
badan perekrut, namun motivasi diri, status kewarganegaraan, kemampuan
berbicara dalam berbagai bahasa asing dan kelihaian di atas ranjang serta
keluwesan dalam melakukan perjalanan jauh antar negara, telah menghantarkannya
menjadi seorang agen profesional yang layak dibayar tinggi.
Kemampuan dan
keahlian seperti yang dimiliki Mata Hari itu lah, hal-hal yang selalu
didambakan oleh aparat agen rahasia di seluruh dunia untuk menjadi salah satu
aspek penting dalam menudukung kelancaran tugas-tugas di bidang yang selalu abu-abu
itu.
Dalam sebuah
tulisan, bahwa jauh di dalam hatinya, sesungguhnya ada sifat keibuan yang
didorong oleh kekecewaan atas meninggalnya kedua buah hatinya yang disebabkan
oleh penyakit sifilis yang diturunkan oleh ia dan mantan suaminya. Sebuah harapan
akan seorang ibu yang selalu ia dambakan dan terbukti dari surat-surat yang ia
sering kirimkan kepada saudara sepupunya di tanah kelahirannya, Belanda.
Selain itu, uang
lebih menjadi interest-nya lebih dari
pada seks. Di mana ia sebenarnya cukup trauma dengan penyakit sifilis yang ia
peroleh dari suaminya yang mengakibatkan seks bukan menjadi menu utama dalam
menjalin kisah percintaan dengan kalangan atas Eropa. (01dz@2017)
wow, dramatis! Nice, gan! lanjut terus, selalu sukses ya!!
ReplyDelete