Tuesday, July 4, 2017



Dalam jajaran kapal perang negara-negara penguasa maritim, di samping kita kenal adanya Kapal Induk bertonase besar di atas 40 ribu ton, ternyata ada pula kapal induk ringan dengan bobot di bawah itu. Kapal-kapal Induk namun bertonase mungil tersebut dimasukkan ke dalam kategori Kapal Induk Ringan, atau Light Aircraft Carrier.


Seiring perkembangan teknologi dan sejalan dengan kebutuhan akan hadirnya kapal-kapal perang yang memiliki peran multi, maka dikenal adanya istilah Multi Role Naval Platform (MRNP). MNRP adalah kapal-kapal perang yang memiliki peran bukan hanya berfungsi sebagai kapal pengangkut pesawat, namun lebih dari itu, kapal induk ini juga memiliki fungsi sebagai pengangkut pasukan, kendaran taktis, wahana pendarat pasukan seperti Hovercraft (Landing Craft Air Cussion /LCAC) maupun Landing Craft Utility (LCU) dan bahkan dapat digunakan pada misi-misi humanitarian, seperti pertolongan pada bencana alam di suatu wilayah tepencil.

Landing Craft Utility / LCU
Berawal dari kebutuhan akan sebuah kapal induk yang dapat membawa pasukan, sekaligus kendaraan tempur, pesawat maupun helikopter, maka sejak masa pasca perang dunia ke-II, desain sebuah kapal induk bertubuh raksasa dikonversikan ke dalam sebuah kapal pengangkut yang lebih kecil namun tetap mempertahankan kemampuan untuk melakukan pengangkutan dan sekaligus penyerbuan. Kemudian lahirlah sebuah kapal angkut perang amfibi yang dikenal sebagai Kapal Serbu Amfibi atau disebut  Amphibious Assault Ship atau Amphibious Assault Carrier.

Hovercraft / Landing Craft Air Cushion (LCAC)
Misi utama dari Kapal Serbu Amfibi ini adalah melakukan pendaratan pasukan beserta kendaraan tempur sekaligus memberikan bantuan tembakan bagi pasukan darat yang melakukan penyerangan terhadap posisi musuh.


Kapal Induk Ringan multi peran ini agaknya layak diberi label versi ‘murah-meriah’-nya kapal induk. Bagaimana tidak, harga Light Aircraft Carrier ini secara hitungan kasar hanya senilai 10% hingga 35% dari harga Aircraft Carrier. Ukurannya yang relatif lebih kecil dari ukuran kapal induk pada umumnya, serta biaya pembuatan yang lebih murah dan masa pembangunan yang lebih singkat namun tetap memiliki peran ganda yang dinilai lebih efisien untuk masa sekarang, membuat kapal induk ringan ini kini lebih dilirik oleh negara-negara dengan ‘kocek’ anggaran minimalis.

Pada tulisan kali ini, Tim Zona Pertahanan akan mengupas secara sekilas tentang apa saja sub-class dari Light Aircraft Carrier itu dan apa saja perannya dalam pertempuran maritim.
Kategori kapal induk dari sub-class imut tersebut antara lain :

LANDING HELICOPTER DOCK / LHD

Kapal Induk Ringan tipe LHD Wasp Class
LHD adalah sebuah kapal induk ringan yang memiliki fungsi mengangkut pesawat terbang, pasukan tempur, wahana pendarat pasukan, dan sejumlah ranpur serta rantis dalam mendukung operasi pendaratan. Selain itu dengan persenjataan yang bertengger di punggungnya, kapal induk tipe LHD ini memiliki tugas untuk mendukung pasukan darat di pantai dengan bantuan tembakan penghantam posisi musuh melalui moncong-moncong meriamnya.

Pesawat terbang yang diangkut kapal induk ini dikhususkan bagi helikopter dan pesawat tempur yang memiliki kemampuan Take-off dan Landing secara vertikal dan landasan pendek atau Short Take Off & Vertical Landing / STOVL seperti Jet Tempur Harrier atau jet petarung teranyar dari tipe F-22 atau F-35 maupun helikopter ‘rasa’ pesawat bersayap tetap atau tiltrotor jenis OV-22 Osprey.

Desain LHD mengadopsi rancangan kapal induk pada umumnya, yaitu memiliki dek yang luas dengan panjang sepenuh badan kapal (full-length flight deck) sebagai landasan dan tempat parkir pesawat / helikopter.

Kapal induk dari jenis LHD memiliki kelebihan yang cukup unik, yaitu kemampuannya untuk menurunkan bagian belakang sehingga buritan kapal sedikit tenggelam. Tujuan menurunkan bagian buritan kapal adalah untuk memudahkan proses bagi wahana pengangkut pasukan untuk keluar dan masuk ke lambung kapal melalui pintu palka yang berada di dinding buritannya. Kemampuan ini dimungkinkan dengan dimilikinya Well Dock atau Well Deck pada kapal tersebut.

LPD Makassar Lower Well Deck
Well Deck ini adalah bagian kapal yang berfungsi sebagai hangar ketika kering dan akan beralih fungsi ketika bagian buritan kapal diturunkan kemudian gerbang palka belakang dibuka untuk memudahkan keluar masuknya hovercraft maupun LCU

Istilah LHD merupakan bagian dari istilah umum Amphibious Assault Ship. Di samping LHD, ada beberapa istilah lagi yang digunakan untuk menyebut kapal pengangkut amfibi, yaitu Landing Platform Helicopter (LPH), Landing Helicopter Assault (LHA).

Antara LHD, LPH dan LHA secara garis besar hampir tidak ada perbedaan, yang membedakan dalam penggunaan istilah tersebut hanyalah spesifikasi teknis kapal-kapal induk tersebut. 

Di mana LHD memiliki badan lebih panjang dengan well deck lebih luas sehingga dapat dimuati hingga 3 unit hovercraft (LCAC). Sementara LHA dapat diisi dengan satu unit hovercraft ditambah 2 LCU atau 4 unit LCU tanpa hovercraft. LHA memiliki bobot lebih ringan dengan personil lebih sedikit, yaitu sekitar 950 orang sehingga dengan tubuhnya yang sedikit imut itu, LHA dapat melesat sedikit lebih cepat dari pada LHD.

Untuk sebuah LHD, sebagai contoh USS Wasp milik Negeri Adidaya AS, hanya membawa 20-an unit pesawat tergantung misi yang sedang diembannya. Dengan bobot 41.000 ton, kapal ini sanggup berlayar dengan kecepatan 22 knots atau 41 km/jam. 

LHD umumnya memiliki panjang 260 meter, dan dengan ukuran sebesar ini, LHD menjadi markas bagi 1.100 hingga 1.200 an personil. Selain itu, di dalam lambung kapal, dapat dimuati dengan 3 Unit wahana pengangkut. Tambahan lagi, di atas deknya dapat meluncurkan serta didarati 20-an pesawat jet tempur dan helikopter angkut berat maupun heli tempur.

Sayangnya, Indonesia sampai saat ini belum memiliki kapal induk ringan seukuran LHD ini, padahal pabrik galangan kapal sekelas PT PAL di Surabaya sudah berhasil membangun kapal cargo peti kemas bertonase 50 ribu ton. Ini memberikan harapan yang besar bahwa secara optimistik, pembuatan kapal sekelas LHD ini tinggal selangkah lagi bagi bangsa kita.

LANDING PLATFORM DOCK / LPD

Kapal Induk Ringan tipe LPD Makassar Class
LPD adalah kapal induk ringan yang memiliki tugas utama mendukung operasi militer dengan kemampuan utamanya yaitu mengangkut helikopter, pasukan infanteri, truk, tank, rantis dan wahana pendarat LCU.

Rancangan dasar kapal ini adalah merupakan pengembangan dari kapal pendahulunya, yaitu Landing Ship Tank / LST yang di kemudian hari kemampuannya ditambah dengan membawa helikopter.

Sebagaimana dikutip dari beberapa situs, walau Indonesia belum memiliki kapal dari jenis LHD seperti Amerika, namun TNI AL telah memiliki 4 buah kapal tipe LPD ini yang berlalu-lalang di perairan Nusantara dan sekitarnya. 

Dan bukan itu saja, bahwa melalui perusahaan plat merah PT.PAL, Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasan ASEAN yang mampu membangun kapal jenis ini secara mandiri. Bukan hanya untuk digunakan sendiri, Indonesia bahkan sudah menjadi pengekspor kapal bongsor ini ke negeri tetangga Filipina dengan label Strategyc Sealift Vessel / SSV

Atas kepuasan Filipina terhadap mahakarya anak negeri Indonesia, Filipina bahkan memesan 2 unit.

Tidak mau kalah dengan Filipina, kabarnya Malaysia sudah menandatangani kerjasama dengan Indonesia dalam pembangunan kapal kategori LPD ini untuk kebutuhan angkatan laut Diraja Malaysia.

Kapal LPD ini memang perawakannya masih lebih kecil dibanding LHD, yaitu sekitar 8.500 sampai 10.500 ton. Dengan panjang 125 meter, kapal jenis ini dapat mengangkut sekitar 500 pasukan tempur, 2 hingga 5 unit helikopter angkut, 2 buah LCU dan sekitar 40-an kendaraan tempur.

Sama seperti ‘abang’-nya dari kelas LHD, tipe LPD ini juga memiliki Well Deck di bagian buritan kapal yang menjadi gerbang keluar-masuk wahana pendarat, LCU, motor boat taktis dan sejenisnya.

LPD Dr. Soeharso 990
Dikutip dari Wikiwand, salah satu LPD milik TNI-AL, yaitu KRI Tanjung Dalpele telah dialihfungsikan sebagai kapal jenis Bantu Rumah Sakit / BRS atau rumah sakit terapung yang kemudian namanya diubah menjadi KRI Dr. Soeharso dengan nomor lambung 990.
Untuk negara kepulauan seperti Indonesia, dengan kehadiran kapal-kapal induk ringan tipe LPD ini tentunya akan sangat membantu, bukan saja dalam melaksanakan misi pengiriman pasukan dan menjaga keamanan, namun juga pada misi-misi kemanusiaan ketika terjadi bencana alam.

Dengan dimilikinya 4 buah kapal induk ringan tipe LPD ini, maka untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia dinilai sebagai negara yang memiliki “amphibious force” yang paling siap untuk menggerakkan pasukan beserta ranpur, rantis dan helikopter kapanpun dibutuhkan.

DOCK, DESTROYER HELICOPTER / DDH

Kapal Induk Ringan tipe DDH Izumo Class
DDH adalah kapal induk ringan yang memiliki tugas mengangkut helikopter dan pesawat jet tempur berkemampuan VTOL. Di dunia, hanya 2 negara yang memiliki kapal-kapal induk ringan jenis ini, yaitu Amerika dan Jepang.

DDH ini agak berbeda dengan tipe kapal induk ringan lain seperti LHD dan LPD, yaitu dengan tidak adanya pintu palka di bagia buritan kapal. Tubuhnya yang bongsor lebih difokuskan untuk membawa pasukan dan alutsista yang dapat mengangkasa, sehingga di lambungnya cukup leluasa untuk digunakan sebagai hangar pesawat tipe VTOL dan helikopter. Dengan demikian, pada tipe DDH ini, tidak terdapat well deck seperti terdapat di LHD dan LPD.

Sebagaimana telah disampaikan di atas, karena harus mampu mengangkut jet tempur dan helikopter dalam jumlah yang terbilang lumayan banyak, maka perawakan DDH ini relatif sebanding dengan panjang tipe LHD, yaitu sekitar 250 meter. 

Negara Matahari Terbit Jepang memang kalah dalam perang dunia ke-2, namun pada masa itu, Jepang sesungguhnya telah memiliki angkatan laut yang tangguh dengan diperkuat oleh kapal induk terbesar pada masanya, bahkan lebih besar dari kapal induk yang dimiliki Amerika. Ia adalah kapal Shinano dari kapal perang kelas Yamato bertonase 65,800 ton, bobot terbesar di masanya.

Namun sebagai dampak kekalahannya pada perang dunia ke-2 pasca bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang hanya diperbolehkan memperkuat militernya dengan Pasukan Bela Diri.

Kemampuannya dalam membangun kapal induk tentu sangat dibatasi oleh kebijakan negara-negara sekutu. Sehingga kapal jenis DDH dari kelas Izumo ini menjadi kapal induk terbesar yang dimiliki Jepang sebagai buah karya ‘limited edition’.

Masih dikutip dari laman Wikiwand, bahwa kehadiran kapal induk ringan DDH kelas Izumo milik negeri para Samurai ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kapal-kapal selam musuh dan mengemban misi pengawasan wilayah perbatasan, kapal induk ini juga dapat menggerakkan tentara darat dari pasukan bela diri Jepang ke pulau-pulau terpencil yang terkena bencana alam. 

Dan ternyata di balik itu, ada agenda politis tersembunyi di mana kapal induk ini juga sedikit banyak telah mengirimkan ‘strong message’ kepada pemerintah China yang kini tengah berkonflik dengan Jepang atas klaim kepemilikan kepulauan Senkaku. Perawakan DDH Izumo yang mirip kapal-kapal induk Aircraft Carrier Amerika pada umumnya, membuat pemerintah China menggambarkannya sebagai sebuah “Aircraft Carrier in-disguise”.

Matriks Perbandingan Kapal Induk Ringan tipe LHD, LPD dan DDH


Sumber :
Wikiwand.com
Globalsecurity.org
Quora.org

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan memberikan komentar. Terima kasih.