Dalam jajaran kapal perang negara-negara
penguasa maritim, di samping kita kenal adanya Kapal Induk bertonase besar di
atas 40 ribu ton, ternyata ada pula kapal induk ringan dengan bobot di bawah
itu. Kapal-kapal Induk namun bertonase mungil tersebut dimasukkan ke dalam
kategori Kapal Induk Ringan, atau Light Aircraft Carrier.
Seiring perkembangan teknologi dan sejalan
dengan kebutuhan akan hadirnya kapal-kapal perang yang memiliki peran multi,
maka dikenal adanya istilah Multi Role Naval Platform (MRNP).
MNRP adalah kapal-kapal perang yang memiliki peran bukan hanya berfungsi
sebagai kapal pengangkut pesawat, namun lebih dari itu, kapal induk ini juga
memiliki fungsi sebagai pengangkut pasukan, kendaran taktis, wahana pendarat
pasukan seperti Hovercraft (Landing Craft Air Cussion /LCAC) maupun Landing
Craft Utility (LCU) dan
bahkan dapat digunakan pada misi-misi humanitarian, seperti pertolongan pada
bencana alam di suatu wilayah tepencil.
Landing Craft Utility / LCU |
Hovercraft / Landing Craft Air Cushion (LCAC) |
Baca juga : Perbedaan Klasifikasi KapalPerang (bagian-2)
Kapal Induk Ringan multi peran ini agaknya
layak diberi label versi ‘murah-meriah’-nya kapal induk. Bagaimana tidak, harga
Light Aircraft Carrier ini secara
hitungan kasar hanya senilai 10% hingga 35% dari harga Aircraft Carrier. Ukurannya yang relatif lebih kecil dari ukuran kapal
induk pada umumnya, serta biaya pembuatan yang lebih murah dan masa pembangunan
yang lebih singkat namun tetap memiliki peran ganda yang dinilai lebih efisien
untuk masa sekarang, membuat kapal induk ringan ini kini lebih dilirik oleh
negara-negara dengan ‘kocek’ anggaran minimalis.
Pada tulisan kali ini, Tim Zona Pertahanan
akan mengupas secara sekilas tentang apa saja sub-class dari Light Aircraft
Carrier itu dan apa saja perannya dalam pertempuran maritim.
Kategori kapal induk dari sub-class imut tersebut antara lain :
LANDING
HELICOPTER DOCK / LHD
Kapal Induk Ringan tipe LHD Wasp Class |
LHD adalah sebuah kapal induk ringan yang
memiliki fungsi mengangkut pesawat terbang, pasukan tempur, wahana pendarat
pasukan, dan sejumlah ranpur serta rantis dalam mendukung operasi pendaratan. Selain
itu dengan persenjataan yang bertengger di punggungnya, kapal induk tipe LHD
ini memiliki tugas untuk mendukung pasukan darat di pantai dengan bantuan
tembakan penghantam posisi musuh melalui moncong-moncong meriamnya.
Pesawat terbang yang diangkut kapal induk
ini dikhususkan bagi helikopter dan pesawat tempur yang memiliki kemampuan Take-off
dan Landing secara vertikal dan landasan pendek atau Short Take Off & Vertical Landing / STOVL seperti Jet Tempur Harrier atau jet petarung teranyar dari tipe
F-22 atau F-35 maupun helikopter ‘rasa’ pesawat bersayap tetap atau tiltrotor
jenis OV-22 Osprey.
Desain LHD mengadopsi rancangan kapal induk
pada umumnya, yaitu memiliki dek yang luas dengan panjang sepenuh badan kapal (full-length flight deck) sebagai
landasan dan tempat parkir pesawat / helikopter.
Kapal induk dari jenis LHD memiliki
kelebihan yang cukup unik, yaitu kemampuannya untuk menurunkan bagian belakang
sehingga buritan kapal sedikit tenggelam. Tujuan menurunkan bagian buritan
kapal adalah untuk memudahkan proses bagi wahana pengangkut pasukan untuk
keluar dan masuk ke lambung kapal melalui pintu palka yang berada di dinding
buritannya. Kemampuan ini dimungkinkan dengan dimilikinya Well Dock atau Well
Deck pada kapal tersebut.
LPD Makassar Lower Well Deck |
Istilah LHD merupakan bagian dari istilah
umum Amphibious Assault Ship. Di
samping LHD, ada beberapa istilah lagi yang digunakan untuk menyebut kapal
pengangkut amfibi, yaitu Landing Platform Helicopter (LPH), Landing Helicopter Assault
(LHA).
Antara LHD, LPH dan LHA secara garis besar
hampir tidak ada perbedaan, yang membedakan dalam penggunaan istilah tersebut
hanyalah spesifikasi teknis kapal-kapal induk tersebut.
Di mana LHD memiliki badan lebih panjang dengan
well deck lebih luas sehingga dapat
dimuati hingga 3 unit hovercraft (LCAC). Sementara LHA dapat diisi dengan satu
unit hovercraft ditambah 2 LCU atau 4 unit LCU tanpa hovercraft. LHA memiliki
bobot lebih ringan dengan personil lebih sedikit, yaitu sekitar 950 orang
sehingga dengan tubuhnya yang sedikit imut itu, LHA dapat melesat sedikit lebih
cepat dari pada LHD.
Untuk sebuah LHD, sebagai contoh USS Wasp
milik Negeri Adidaya AS, hanya membawa 20-an unit pesawat tergantung misi yang
sedang diembannya. Dengan bobot 41.000 ton, kapal ini sanggup berlayar dengan
kecepatan 22 knots atau 41 km/jam.
LHD umumnya memiliki panjang 260 meter, dan
dengan ukuran sebesar ini, LHD menjadi markas bagi 1.100 hingga 1.200 an personil.
Selain itu, di dalam lambung kapal, dapat dimuati dengan 3 Unit wahana
pengangkut. Tambahan lagi, di atas deknya dapat meluncurkan serta didarati 20-an
pesawat jet tempur dan helikopter angkut berat maupun heli tempur.
Sayangnya, Indonesia sampai saat ini belum
memiliki kapal induk ringan seukuran LHD ini, padahal pabrik galangan kapal
sekelas PT PAL di Surabaya sudah berhasil membangun kapal cargo peti kemas bertonase
50 ribu ton. Ini memberikan harapan yang besar bahwa secara optimistik,
pembuatan kapal sekelas LHD ini tinggal selangkah lagi bagi bangsa kita.
LANDING
PLATFORM DOCK / LPD
Kapal Induk Ringan tipe LPD Makassar Class |
LPD adalah kapal induk ringan yang memiliki
tugas utama mendukung operasi militer dengan kemampuan utamanya yaitu
mengangkut helikopter, pasukan infanteri, truk, tank, rantis dan wahana
pendarat LCU.
Rancangan dasar kapal ini adalah merupakan
pengembangan dari kapal pendahulunya, yaitu Landing
Ship Tank / LST yang di kemudian hari kemampuannya ditambah dengan membawa
helikopter.
Sebagaimana dikutip dari beberapa situs,
walau Indonesia belum memiliki kapal dari jenis LHD seperti Amerika, namun TNI
AL telah memiliki 4 buah kapal tipe LPD ini yang berlalu-lalang di perairan
Nusantara dan sekitarnya.
Dan bukan itu saja, bahwa melalui
perusahaan plat merah PT.PAL, Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasan
ASEAN yang mampu membangun kapal jenis ini secara mandiri. Bukan hanya untuk
digunakan sendiri, Indonesia bahkan sudah menjadi pengekspor kapal bongsor ini
ke negeri tetangga Filipina dengan label Strategyc Sealift Vessel / SSV.
Atas kepuasan Filipina terhadap mahakarya
anak negeri Indonesia, Filipina bahkan memesan 2 unit.
Tidak mau kalah dengan Filipina, kabarnya
Malaysia sudah menandatangani kerjasama dengan Indonesia dalam pembangunan
kapal kategori LPD ini untuk kebutuhan angkatan laut Diraja Malaysia.
Kapal LPD ini memang perawakannya masih
lebih kecil dibanding LHD, yaitu sekitar 8.500 sampai 10.500 ton. Dengan
panjang 125 meter, kapal jenis ini dapat mengangkut sekitar 500 pasukan tempur,
2 hingga 5 unit helikopter angkut, 2 buah LCU dan sekitar 40-an kendaraan
tempur.
Sama seperti ‘abang’-nya dari kelas LHD,
tipe LPD ini juga memiliki Well Deck
di bagian buritan kapal yang menjadi gerbang keluar-masuk wahana pendarat, LCU,
motor boat taktis dan sejenisnya.
LPD Dr. Soeharso 990 |
Untuk negara kepulauan seperti Indonesia,
dengan kehadiran kapal-kapal induk ringan tipe LPD ini tentunya akan sangat
membantu, bukan saja dalam melaksanakan misi pengiriman pasukan dan menjaga
keamanan, namun juga pada misi-misi kemanusiaan ketika terjadi bencana alam.
Dengan dimilikinya 4 buah kapal induk
ringan tipe LPD ini, maka untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia dinilai
sebagai negara yang memiliki “amphibious
force” yang paling siap untuk menggerakkan pasukan beserta ranpur, rantis
dan helikopter kapanpun dibutuhkan.
DOCK,
DESTROYER HELICOPTER / DDH
Kapal Induk Ringan tipe DDH Izumo Class |
DDH adalah kapal induk ringan yang memiliki
tugas mengangkut helikopter dan pesawat jet tempur berkemampuan VTOL. Di dunia,
hanya 2 negara yang memiliki kapal-kapal induk ringan jenis ini, yaitu Amerika
dan Jepang.
DDH ini agak berbeda dengan tipe kapal
induk ringan lain seperti LHD dan LPD, yaitu dengan tidak adanya pintu palka di
bagia buritan kapal. Tubuhnya yang bongsor lebih difokuskan untuk membawa
pasukan dan alutsista yang dapat mengangkasa, sehingga di lambungnya cukup
leluasa untuk digunakan sebagai hangar pesawat tipe VTOL dan helikopter. Dengan
demikian, pada tipe DDH ini, tidak terdapat well
deck seperti terdapat di LHD dan LPD.
Sebagaimana telah disampaikan di atas,
karena harus mampu mengangkut jet tempur dan helikopter dalam jumlah yang
terbilang lumayan banyak, maka perawakan DDH ini relatif sebanding dengan
panjang tipe LHD, yaitu sekitar 250 meter.
Negara Matahari Terbit Jepang memang kalah
dalam perang dunia ke-2, namun pada masa itu, Jepang sesungguhnya telah
memiliki angkatan laut yang tangguh dengan diperkuat oleh kapal induk terbesar
pada masanya, bahkan lebih besar dari kapal induk yang dimiliki Amerika. Ia
adalah kapal Shinano dari kapal perang kelas Yamato bertonase 65,800 ton, bobot
terbesar di masanya.
Namun sebagai dampak kekalahannya pada
perang dunia ke-2 pasca bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Jepang hanya
diperbolehkan memperkuat militernya dengan Pasukan Bela Diri.
Kemampuannya dalam membangun kapal induk
tentu sangat dibatasi oleh kebijakan negara-negara sekutu. Sehingga kapal jenis
DDH dari kelas Izumo ini menjadi kapal induk terbesar yang dimiliki Jepang sebagai
buah karya ‘limited edition’.
Masih dikutip dari laman Wikiwand, bahwa
kehadiran kapal induk ringan DDH kelas Izumo milik negeri para Samurai ini
dimaksudkan untuk mengantisipasi kapal-kapal selam musuh dan mengemban misi
pengawasan wilayah perbatasan, kapal induk ini juga dapat menggerakkan tentara
darat dari pasukan bela diri Jepang ke pulau-pulau terpencil yang terkena
bencana alam.
Dan ternyata di balik itu, ada agenda politis
tersembunyi di mana kapal induk ini juga sedikit banyak telah mengirimkan ‘strong message’ kepada pemerintah China
yang kini tengah berkonflik dengan Jepang atas klaim kepemilikan kepulauan
Senkaku. Perawakan DDH Izumo yang mirip kapal-kapal induk Aircraft Carrier Amerika pada umumnya, membuat pemerintah China menggambarkannya
sebagai sebuah “Aircraft Carrier in-disguise”.
Matriks Perbandingan Kapal Induk Ringan tipe LHD, LPD dan DDH |
Sumber :
Wikiwand.com
Globalsecurity.org
Quora.org
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan memberikan komentar. Terima kasih.